Susno Tetap Jalani
Hukuman Penjara
Mantan
Kepala Bareskrim Polri Susno Duadji saat diwawancarai oleh wartawan di kediaman
pribadinya di Puri Cinere, Jalan Cibodas I, Depok, Jawa Barat, Kamis
(6/12/2012). Mahkamah Agung memutuskan menolak kasasi dan tetap menyatakan
Susno bersalah dan dihukum 3 tahun 6 bulan penjara. Susno Duadji terlibat atas
dua perkara korupsi, yakni kasus penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari
(SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.
Pakar Hukum Universitas
Andalas Saldi Isra menilai mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris
Jenderal (Purn) Susno Duaji tetap harus menjalani hukuman penjara 3 tahun 6
bulan. Sebab, putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasinya justru memperkuat
putusan Pengadilan Tinggi.
"Prinsipnya kalau ditolak, (kasasi) MA sudah
berkekuatan hukum tetap. MA itu memperkuat putusan Pengadilan Tinggi,"
ujar Saldi saat dihubungi, Senin (4/3/2013).
Meskipun dalam putusan MA
tidak tertulis perintah penahanan, maka berlaku putusan Pengadilan Tinggi. Jika
merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 22 November 2012, putusan MA
pun tidak batal demi hukum. Sebab, kasasi Susno ditolak pada tanggal yang sama
atau 22 November 2012. Putusan MK tersebut menegaskan perintah penahanan tidak
wajib disebut dalam amar putusan. Kejaksaan pun diminta tidak menunda
pelaksanaan eksekusi Susno.
Menurut Saldi, tidak masuk
diakal jika seorang terdakwa yang kemudian telah divonis tidak menjalani
hukumannya. "Kalau orang divonis lalu tidak dipenjara itu enggak masuk
akal," katanya.
Sebelumnya, Fredrich Yunadi selaku kuasa hukum Susno
mengatakan kliennya, dalam putusan tersebut, tidak terdapat kalimat yang
menyatakan Susno harus ditahan. Susno pun hanya mau menjalani kalimat yang
tertera dalam putusan. Dalam putusan MA yang diterimanya 11 Februari 2013,
hanya tertulis MA menolak kasasi terdakwa Susno dan membebankan biaya perkara
Rp 2.500.
Hal ini menurutnya tidak
merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 22 November 2012. Ia berdalih,
putusan Susno tersebut terjadi sebelum tanggal 22 November 2012 sehingga batal
demi hukum. "Tapi itu, kan berlaku setelah 22 November 2012. Sementara Pak
Susno diputus Pengadilan Tinggi 2011 dan PN Jaksel 2010, sebelum ada putusan
MK," tandasnya.
Untuk diketahui, dalam putusan
MK tersebut menyatakan sesuai Pasal 197 ayat (2) KUHAP jika dalam putusan
pengadilan yang tidak mencantumkan Pasal 197 ayat (1) huruf k, maka putusan
tidak batal demi hukum. Pasal 197 ayat (1) berbunyi perintah tahan, tetap dalam
tahanan, atau dibebaskan. Putusan MK tersebut tidak berlaku surut. Artinya,
hanya setelah 22 November 2012 jika dalam putusan tidak tercantum Pasal 197,
maka tetap dijalankan putusan pengadilan.
Kasasi Susno sendiri diputus
MA pada Kamis, 22 November 2012. "Kasus Susno Duadji diputus majelis
Kasasi MA pada Kamis, 22 November 2012. Amar putusannya menolak kasasi terdakwa
sehingga putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang berlaku," kata Juru Bicara
MA Djoko Sarwoko, Selasa (4/12/2013) lalu.
Tak hanya itu, Fredrich
kemudian berdalih, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta cacat hukum. Pasalnya
dalam putusan itu ditulis nomor yang berbeda dari putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Susno
bersalah dalam dua perkara korupsi, yakni kasus penanganan perkara PT Salmah
Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.
Dalam kasus PT SAL, Susno
terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangannya saat menjabat Kepala Bareskrim
Polri dengan menerima hadiah sebesar Rp 500 juta untuk mempercepat penyidikan
kasus tersebut. Adapun dalam kasus Pilkada Jabar, Susno yang saat itu menjabat
Kepala Polda Jabar dinyatakan bersalah memotong dana pengamanan sebesar Rp 4,2
miliar untuk kepentingan pribadi.
Susno yang telah pensiun dari Polri Juli 2012 itu,
mengajukan banding, tetapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi Jakarta sehingga dia
tetap dihukum 3 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider
kurungan penjara 6 bulan. (***/TT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar