BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Propinsi Sulawesi Selatan memiliki aneka ragam kebudayaan dan keadaan geografisnya sangat bervariasi. Ada dataran rendah dan ada juga gunung yang tinggi, tanah yang gersang dibagian selatan, pantai yang panjang dengan desa-desa nelayan, gua-gua stalaknit dan stalaktit, danau dan air terjun, serta gunung berapi yang tidak aktif. Daerah ini termasuk salah satu wilayah yang penduduknya paling padat di luar pulau Jawa dan Bali.
Di Sulawesi Selatan terdapat tiga suku bangsa yang besar, yaitu: Bugis, Makassar, Toraja dan dan sebagian kecil suku bangsa lain. Suku Bugis dan Makassar beragama Islam dan tinggal di sepanjang pantai bagian selatan, terkenal dengan kerajinan tangan dan jiwa pelautnya. Suku Toraja yang beragama Kristen tinggal di bagian utara dan tetap mempertahankan kebudayaannya yang khas.
Kabupaten Bone merupakan salah satu Kabupaten di pesisir timur Sulawesi Selatan Yang Terletak antara 04013’ – 5006 Lintang Selatan dan antara 119042’ - 120030’ Bujur Timur dan mempunyai garis pantai sepanjang 138 Km dari arah selatan ke arah utara serta berjarak ± 174 Km dari Kota Makassar Ibukota provinsi Sulawesi Selatan.
Untuk mencapai desa Pongka yang berjarak 27 km dari kota Watampone tidak terlalu sulit karena bisa diakses dengan melalui darat menggunakan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat walaupun Infrastruktur fisik menuju ke sana masih terdapat jalan yang bolong-bolong yang perlu mendapat perhatian Pemda Bone.
Suku Bugis adalah suku terbesar yang menempati Sulawesi Selatan. Masyarakat Bugis ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik dan besar antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa dan Sawitto (Kabupaten Pinrang), Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk etnik Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.
Bone merupakan daerah terluas di bandingkan daerah bugis lainnya. Dalam sejarahnya wilayah ini Berjaya di abad ke-17 pada masa pemerintahan Latenritatta Arung Palakka menguasai seluruh daerah Bugis-Makassar. Tentunya daerah ini juga mempunyai kebudayaan yang unik salah satunya adalah tradisi rakyat atau pesta rakyat Sirawu' Sulo.
Pesta rakyat Sirawu' sulo merupakan tradisi budaya leluhur masyarakat desa Pongka, Kecamatan Tellu Siattinge kabupaten Bone, yang telah ada sejak terbentuknya Desa Pongka itu sendiri, sehingga sangat erat kaitannya dengan asal usul ditemukannya sebuah perkampungan yang memiliki tradisi unik tersebut.
Pesta rakyat Sirawu' Sulo yang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah keberadaan desa Pongka tersebut banyak menarik perhatian masyarakat, baik itu masyarakat luar maupun masyarakat yang ada dalam kabupaten Bone. Keunikan pesta rakyat yang menggunakan api sebagai media atraksinya tersebut dapat dijadikan salah satu atraksi pariwisata budaya yang dapat menjadi salah satu faktor untuk menarik dan mendatangkan wisatawan dari berbagai daerah, baik itu dalam maupun luar negeri, seperti halnya atraksi budaya yang ada di Toraja yang banyak menarik perhatian wisatawan mancanegara.
Melihat salah satu faktor yang dapat menarik wisatawan untuk menyaksikan atraksi tersebut, maka kami tertarik melakukan penelusuran untuk mengetahui apresiasi wisatawan, latar belakang motivasi, dan minat wisatawan terhadap atraksi tersebut, serta dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
B. IDENTIFIKASI PENELUSURAN
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini ialah :
a. Bagaimana sejarah Pariwisata Budaya di Daerah Pongka ?
b. Bagaimana Profile masyarakat di Daerah Pongka ?
c. Bagaimana adat dan kebudayaan masyarakat Daerah Pongka ?
d. Bagaimana profil reponden dari event “Sirawu' Sulo” ?
e. Bagaimana kesan wisatawan terhadap atraksi budaya “Sirawu' Sulo” ?
f. Bagaimana kesan wisatawan terhadap atraksi Sirawu' Sulo sebagai salah satu atraksi budaya yang ada di Sulawesi Selatan?
g. Bagaimana latar belakang motivasi dan minat wisatawan terhadap penyelenggaraan atraksi Sirawu' Sulo?
h. Bagaimana dampak Event Sirawu Sulo terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
C. KERANGKA PIKIR PENELUSURAN
Adapun kerangka berpikir penelitian yang kami lakukan terdapat dalam tabel (terlampir 1 dalam daftar tabel). Berbagai fungsi seni pertunjukan yang dapat dikenali, baik lewat data masa lalu maupun data etnografik masa kini, meliputi fungsi-fumhsi religius, peneguhan integrasi sosial, edukatif, dan hiburan. Yang berubah dari zaman ke zaman adalah penekanan pada fungsi-fungsi tertentu maupun bentuk-bentuk pernyataannya. Kadang-kadang muncul fungsi baru yang tidak dikenal , atau dikenal secara implisit saja. (Edy Sedyawati, 2007 :293)
Contoh dari pemikiran tersebut berkaitan dengan atraksi Sirawu' Sulo yang memunculkan fungsi baru yang memang hanya dikenal secara implisit yaitu sebagai kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga yang telah merantau keluar daerah Pongka dan tempat ajang mencari pasangan.
D. HIPOTESIS PENELUSURAN
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat dikemukakan penjelasan sementara terhadap gejala dan perilaku tertentu yang terjadi dan merupakan masalah dalam penelitian. Hipotesis disusun sebagai gambaran peneliti tentang interaksi yang terjadi antara variabel penelitian sebagai suatu proses untuk menghasilkan kesimpulan. Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah:
Hipotesis 1:
Ho: Tidak terdapat hubungan faktor antara kesan wisatawan dengan atraksi sirawu' sulo
Ha: Terdapat hubungan faktor antara kesan wisatawan dengan atraksi sirawu' sulo
Hipotesis 2:
Ho: Tidak terdapat latar belakang motivasi dan minat wisatawan dengan penyelenggaraan atraksi Sirawu' Sulo?
Ha: Terdapat latar belakang motivasi dan minat wisatawan dengan penyelenggaraan atraksi Sirawu' Sulo
Hipotesis 3:
Ho: Tidak terdapat dampak atraksi Sirawu' Sulo terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat
Ha: Terdapat dampak atraksi Sirawu' Sulo terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
E. METODE PENELUSURAN
Metode penelusuran ini secara teknis menggunakan metode survei dan penelitian deskriptif. Selain itu, kami juga menggunakan metode observasi dan wawancara. Dalam metode ini, teknik pengumpulan data yang kami gunakan ialah melalui cara observasi langsung dan wawancara kepada para narasumber secara langsung. Ketika kami berada di Daerah Pongka maka kami sekelompok mengumpulkan data secara bersama-sama dan dikumpulkan lalu kami makalahkan. (Drs. Wardiyanta, M.Hum., 2006:29)
Penelitian Deskriptif (Descriptive Research) adalah penelitian yang bertujuan membuat deskripsi atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual dan akurat. Di samping itu, penelitian ini sering juga digunakan untuk menguji suatu hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan mengenai berbagai peristiwa yang sedang terjadi di masyarakat. (Drs. Wardiyanta, M.Hum., 2006:5).
Instrumen atau alat yang digunakan untuk penelusuran ini adalah kuesioner terbuka. Kuesioner merupakan panduan wawancara. Informasi yang disampaikan berupa uraian deskriptif dari sumber informasi.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara untuk mengetahui kesan, motivasi, minat dan dampak sosial ekonomi masyarakat Pongka terhadap penyelenggaraan atraksi Sirawu' Sulo.
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELUSURAN
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELUSURAN
Pesta rakyat warisan leluhur masyarakat Pongka yang disebut dengan Sirawu' Sulo dilaksanakan setelah ditetapkannya waktu pelaksanaan yang disepakati oleh masyarakat Pongka yang dimulai berdasarkan petunjuk Sanro (Ketua Adat). Sebelum kegiatan dilaksanakan terlebih dahulu ada rangkaian persiapan berupa pembentukan panitia yang akan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan peyelenggaraan atraksi tersebut. Kemudian digelar rangkaian acara pembuka yang disebut dengan Mabbepa Pitu (membuat kue yang jumlahnya tujuh) prosesi ini adalah syarat yang harus dilaksanakan oleh setiap masyarakat desa Pongka.
Setelah acara Mabbepa pitu diselenggarakan, dimulailah pertandingan sepak bola yang diikuti oleh berbagai daerah seperti tetangga kampung maupun daerah lainnya. Pertandingan ini berlangsung selama beberapa hari, tergantung banyaknya peserta yang ikut berpartisipasi.
Apabila rangkain kegiatan tersebut telah selesai, saatnya digelar acara puncak Sirawu Sulo yang dibuka dengan sebuah prosesi atau ritual yaitu Mampule Manu' (Mengarak ayam) dari rumah Sanro sampai pada lapangan tempat pertunjukan atraksi Sirawu' Sulo. Semua rangkaian prosesi tersebut memiliki makna dan tujuan pelaksanaan yang berbeda namun semuanya terkait satu sama lain dan terangkai dalam satu acara yaitu Pesta rakyat Sirawu' Sulo.
A. SEJARAH
Sejarah Desa Pongka yang di diami oleh masyarakat Desa Pongka, Kecamatan Tellu Siattingnge, Kabupaten Bone, menurut cerita penduduk asli setempat asal-usulnya bukan berasal dari kerajaan Bone, melainkan cikal bakalnya berasal dari kerajaan Baringeng di Kabupaten Soppeng.
Ada dua anak dari Raja Kabupaten Soppeng yang memiliki watak yang berbeda, yaitu kurang baik dan baik. Perilaku anaknya yang kurang baik bersikap semena-mena kepada rakyat dan suka menyetubuhi gadis di daerahnya. Melihat kelakuan saudaranya tersebut, maka Petta Mabbaranie pergi meninggalkan Soppeng bersama dua orang penglima perang yaitu Petta Makkulli Dajangnge, dengan membawa gendang ajaib yang dijadikan pedoman untuk menentukan arah dan tempat yang akan dituju, sekaligus menjadi alat untuk menghibur dan menghilangkan lelah para rombongan dalam petualangan dan pengembaraannya
Petta Mabbaranie berjalan kearah timur lalu singgah di Desa Langare dan setiap persinggahan yang yang dilalui gendang ajaib tersebut ditabuh, dan ternyata bunyi yang dikeluarkan gendang tersebut berbeda-beda disetiap tempat tempat persinggahan yang dilalui. Disuatu tempat persinggahan tiba-tiba gendang tersebut berbunyi nyaring (macenno) dan untuk mengenang peristiwa tersebut, maka mereka sepakat bahwa tempat peristirahatan itu diberi nama ‘Lacenno’ (sekarang kampung Lacenno Desa Mario Kecamatan Dua Boccoe kabupaten Bone
Petta Mabbaranie dan rombongan melanjutkan perjalannnya, dipersinggahan selanjutnya bunyi gendang tersebut meriuh atau ramai riuh bergerumuh (Mario - dalam bahasa Bugis) sehingga kampung tersebut diberi nama ‘Mario’. Begitu seterusnya, sampai akhirnya tibalah rombongan tersebut disuatu tempat persinggahan, gendang ditabuh dan mengeluarkan bunyi yang berbeda dan membawa suasana hati para rombongan menjadi tenang dan bahagia. Gendang itu berbunyi kang…kang…kang… yang berarti ‘engka’ dalam bahasa Bugis artinya ada. Sedangkan kata ‘pong’ diawal kata Pongka berarti akar, dasar dan batang. Jadi kata Pongka berarti dasar kehidupan.
Hal ini di sebabkan karena di Desa Pongka yang terkenal kering, namun tanaman tetap dapat tumbuh di Desa Pongka dan isyarat yang diberikan gendang ajaib tersebut, telah memberi keyakinan kepada segenap rombongan bahwa ditempat itu ada dasar kehidupan yang akan menjanjikan harapan dimasa depan yang penuh dengan kedamaian dan ketentraman, sehingga mereka sepakat untuk menetap di tempat itu dan merekapun memberinya nama kampung ‘Pongka’ seperti sekarang ini.
Sejak saat itu, maka Petta Mabbaranie dan rombongannya sepakat untuk melaksanakan sumpah yang ditandai dengan melempar sebutir telur ke arah timur dan arah barat di perbatasan Desa Pongka dan Desa Ulo kecamatan Tellu Siattinge, maka sejak itulah dikenal adanya pesta adat dan tradisi Sirawu' Sulo di Desa Pongka.
Tradisi unik Sirawu' Sulo yang banyak menarik perhatian warga bukan hanya dari tetangga kampung setempat, tapi juga dari daerah lain terutama di daerah perantauan warga Pongka, ini dilaksanakan secara turun temurun oleh warga Pongka dalam bentuk pesta rakyat, yang rangkaian kegiatannya biasanya berlangsung sekitar setengah sampai satu bulan lamanya, namun acara puncaknya hanya berlangsung selama tiga malam berturut-turut.
Boleh jadi, kegiatan Sirawu' Sulo ini, pertama kali dilaksanakan oleh rombongan Petta Makkuli Dajangnge dan Petta Mabbaranie sebagai bentuk rasa syukur mereka setelah menemukan daerah baru yakni Pongka sebagai daerah yang menjanjikan untuk dijadikan sebagai tempat tinggal penghidupan bagi anak cucu mereka.
Hanya saja, menurut peraturan warga setempat, pelaksanaan kegiatan Sirawu' Sulo ini secara turun temurun telah mengalami perubahan dan pergeseran, seiring dengan pengaruh perkembangan dinamisasi zaman.
Awalnya, kegiatan Sirawu' Sulo ini dilaksanakan sekitar lima tahun sekali, namun demikian, meskipun belum cukup lima tahun tapi ketika sudah ada petunjuk atau bisikan yang mendatangi Sanro maka kegiatan ini sudah harus dilaksanakan karena warga tidak boleh melanggar perintah penguasa kampung sebab biasa mendatangkan bencana jika tidak dilaksanakan, menurut cerita masyarakat setempat, bencana yang terjadi biasanya akan ada warga yang sakit dan meninggal dunia, kemudian warga lain akan bernasib sama sehingga terjadi semacam peristiwa meninggal dunia yang berturut-turut.
Pada saat sekarang ini kegiatan Sirawu' Sulo sudah ditetapkan waktunya sekali dalam tiga tahun, bentuk asli dari rangkaian Sirawu' Sulo ini, juga telah banyak mengalami perubahan dan rupanya tidak mampu dipertahankan lagi. Beberapa permainan rakyat seperti yang dulu dilaksanakan sebagai rangkaian kegiatan Sirawu' Sulo diganti dengan kegiatan lain seperti pertandingan sepak bola.
Masyarakat yang mendiami Desa Pongka, Kecamatan Tellu Siattingnge, Kabupaten Bone, menurut cerita masyarakat setempat asal-usulnya bukanlah berasal dari kerajaan Bone, melainkan cikal bakalnya berasal dari kerajaan Baringeng di Soppeng.
Menurut cerita, seorang penguasa kerajaan Soppeng pada waktu itu selalu bertindak secara sewenang-wenang dengan melakukan penindasan, pemerkosaan, dan hal-hal yang bertentangan dengan masyarakat, oleh karena itu sebagian rakyat pindah dan pergi meninggalkan Soppeng bersama dua orang penglima perang yaitu Petta Makkulli Dajangnge dan rekannya Petta Mabbaranie, dengan membawa gendang ajaib yang dijadikan pedoman untuk menentukan arah dan tempat yang akan dituju, sekaligus menjadi alat untuk menghibur dan menghilangkan lelah para rombongan dalam petualangan dan pengembaraannya.
Disetiap persinggahan yang dilalui gendang ajaib tersebut ditabuh, dan ternyata bunyi yang dikeluarkan gendang tersebut berbeda-beda disetiap tempat persinggahan yang dilalui. Disuatu tempat persinggahan tiba-tiba gendang tersebut berbunyi nyaring (macenno - dalam bahasa Bugis) dan untuk mengenang peristiwa tersebut, maka mereka sepakat bahwa tempat peristirahatan itu diberi nama ‘Lacenno’ (sekarang kampung Lacenno Desa Mario Kecamatan Dua Boccoe).
Kemudian rombongan melanjutkan perjalannnya, dipersinggahan selanjutnya bunyi gendang tersebut meriuh atau ramai riuh bergerumuh (Mario) sehingga kampung tersebut diberi nama “Mario” Begitu seterusnya, sampai akhirnya tibalah rombongan tersebut disuatu tempat persinggahan, gendang ditabuh dan mengeluarkan bunyi yang berbeda dan membawa suasana hati para rombongan menjadi tenang dan bahagia. Gendang itu berbunyi kang…kang…kang… yang berarti ‘engka’ dalam bahasa Bugis artinya ada. Sedangkan kata ‘pong’ diawal kata Pongka berarti akar, dasar dan batang. Jadi kata Pongka berarti dasar kehidupan.
Ternyata isyarat yang diberikan gendang ajaib tersebut, telah memberi keyakinan kepada segenap rombongan bahwa ditempat itu ada dasar kehidupan yang akan menjanjikan harapan dimasa depan yang penuh dengan kedamaian dan ketentraman, sehingga mereka sepakat untuk menetap di tempat itu dan merekapun memberinya nama kampung ‘Pongka’.
Setelah rombongan Petta Makkuli Dajangnge dan Petta Mabbaranie sepakat untuk tinggal di Desa Pongka, mereka melaksanakan sumpah yang ditandai dengan melempar sebutir telur ke arah timur dan ke arah barat di perbatasan Desa Pongka dan Desa Ulo, maka sejak itulah dikenal adanya pesta adat dan tradisi Sirawu Sulo di Desa Pongka.
Boleh jadi, kegiatan Sirawu Sulo ini, pertama kali dilaksanakan oleh rombongan Petta Makkuli Dajangnge dan Petta Mabbaranie sebagai bentuk rasa syukur mereka setelah menemukan daerah baru yakni Pongka sebagai daerah yang menjanjikan untuk dijadikan sebagai tempat tinggal penghidupan bagi anak cucu mereka.
B. PROFIL KEHIDUPAN MASYARAKAT PONGKA
Masyarakat Pongka merupakan masyarakat yang ramah, kompak dan egaliter, serta memiliki prinsip sipammase-mase (saling kasih mengasihi), terbukti dengan pelaksanaan kegiatan pesta rakyat Sirawu' Sulo yang tetap mereka gelar dari dulu hingga kini, selain itu dapat juga kita lihat berdasarkan sikap egaliter mereka yaitu keseragaman cat rumah mereka yang berwarna kuning dan hijau. Bukan hanya dari kedua sudut pandang tersebut, tetapi kekompakan mereka dapat kita jumpai dalam kerjasama mereka dalam mengelola hasil pertanian atau perkebunan mereka (mata pencaharian), contohnya apabila kita berada di daerah tersebut, maka tidak jarang kita akan menjumpai beberapa warga yang berkumpul di bawah salah satu rumah panggung masyarakat bugis tersebut yang sedang bekerja sama saling tolong menolong mengolah hasil pertanian atau perkebunan mereka, seperti tembakau, kapas, jagung, dan sebagainya.
Kebersamaan serta kekeluargaan yang ada diantara mereka lebih kental dengan tidak adanya strata sosial atau kelas-kelas sosial dalam kehiduapan masyarakat mereka yang menjadi pemisah atau batas diantara keakraban mereka. Bagi mereka tidak ada kata Arung maupun Raja yang harus dihormati seperti di daerah lainnya, mereka semua sama sebagai masyarakat Pongka yang menjalani hidup dengan Sipammase-mase.
C. Adat Dan Kebudayaan
Dalam penelusuran kami, di Pongka tak banyak yang kami dapatkan informasi tentang hal- hal yang berkaitan dengan kesenian, karena pada umumnya pada saat mereka melaksanakan pesta adat ini hanya mengkhusus pada prosesi dan ritualnya saja meski kuliner, masyarakat dan bahasa ikut tergabung tetapi inti dari pesta adat ini yaitu ketika masyarakat Pongka melakukan prosesi dan ritualnya. Kesenian dalam pesta adat ini merupakan unsur yang terpenting sebenarnya namun hasil penelusuran yang kami dapat banyak informan yang kami wawancarai mengatakan bahwa kesenian hanya untuk melengkapi pesta adat ini agar kelihatan ramai namun dutinjau dari segi jenis- jenis seni kami mendapatkan data mentah dari setiap informan yang memberikan informasi kurang jelas, banyak persepsi dari mereka sehingga apa yang di ucapkan dan diketahui dari mereka.
Kemudian itulah yang kami tulis dalam bagian-bagian atau jenis-jenis seni yang sudah kami susun. Untuk itu mohon maaf jika banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan penelusuran kami ini. Kami masih perlu belajar dan terus belajar sebagai anak yang berbudaya dan mencintai budaya sendiri.
Berikut di bawah ini hasil penelusuran kami dari kelompok Kesenian tentang pesta adat “Sirawu' Sulo” di Pongka kecamatan Tellu Siattinge kabupaten Bone. Adapun hal- hal yang terkait dengan kesenian serta jenis- jenis seni yang mencakup didalamnya :
SENI SASTRA
Dalam seni sastra terdapat 2 hal yang membedakan yaitu bagaimana hal itu diungkapkan secara lisan dan bagaimana hal itu diungkapkan secara tulisan.
• Ditinjau dari segi lisan yaitu sebuah ucap atau tutur dari masyarakat Pongka untuk memulai acara ini dengan pembukaan dari ketua panitia, ia melisankan hal-hal yang akan dilaksanakan untuk kegiatan pesta adat ini.
• Ditinjau dari segi tulisan yaitu dari sumber yang berhasil kami dapatkan adanya” Literatur sejarah desa Pongka serta lontara- lontara kuno dalam hal ini mantra- mantra”. Tak jelas lontara apa yang digunakan tetapi menurut salah satu informan yang berhasil kami wawancarai mengatakan bahwa ia berbentuk mantra- mantra yang dibacakan pada saat pesta adat ini dan pada saat melakukan “makkalu atau berjalan menelusuri kampung” dan yang membacakannya adalah orang-orang tertentu saja dalam hal ini “Sanro atau Ketua Adat” dan teman-temanya.
SENI MUSIK
Dalam seni music yang terkait di dalamnya yaitu lagu, teks, aransemen (tangga nada), instrument ( apakah alat pukul atau alat tiup yang di gunakan ). Dalam pesta dat ini alat musik yang di gunakan adalah alat musik perkusi atau pukul yang berjumlah 2 buah dibawa oleh 2 orang pemain dewasa sambil mmembawa “ulereng atau alat untuk menggotong” dan mengelilingi kampung, kemudian kostum yang digunakan bebas artinya tak ada ketentuan atau kostum adat yang wajib di gunakan oleh para perangkat pesta adat ini dan berusia 17 tahun ke atas dan harus penduduk asli desa Pongka.
Tempat dilaksanaknnya permainan alat musik gendang ini di laksanakan di rumah Sanro atau Ketua Adat sekitar sejam dirangkaikan pembacaan mantra-mantra kemudian bersiap-siap mengunjungi beberapa titik yang dianggap penting diiringi sesekali suara musik gendang dan suara hentak-hentak dari pemain.
SENI TARI
Dalam pesta adat ini yang terkait di dalamnya seperti :
a) Gerak, dalam hal ini gerak dari pemain itu bebas tidak ada gerak yang mengharuskan mereka mengikuti secara teratur.
b) Posisi, dalam hal ini posisi pemain juga tak diatur terserah dari mereka sesuka mereka di mana posisi yang nyaman disitulah mereka berjoget dengan bebas yang penting senang kata mereka.
c) Komposisi, dalam hal ini komposisi tak jelas dan tak karuan yang penting mereka bebas berekspresi.
d) Musik, dalam hal ini musik diiringi oleh penabuh gendang dan sesekali penabuh gendang ikut juga dalam tarian tersebut.
e) Kostum, dalam hal ini kostum yang dikenakan bebas
f) Merias diri sendiri tanpa harus memakai make-up mengalir secara sederhana dari raut wajah mereka
g) Properti, dalam hal ini properti yang di gunakan adalah alam sebagai aspek pendukung meriahnya acara ini juga suasana hutan yang menambah mistis dan sakralnya acara ini.
h) Tempat pertunjukan di rumah Sanro atau Ketua Adat dan tempat-tempat yang dikunjungi memakai background alam sebagai aspek pendukung.
i) Tari yang di gunakan dalm pesta adat ini yaitu TARI PA’BBANUAE yang berfungsi sebagai penyambutan dan penghormatan arwah leluhur
SENI TEATER
Seni teater dalam hal ini menurut persepsi kami yaitu permainan Sirawu' Sulo di lapangan dapat dijadikan seni teater, mengapa demikian karena mereka bermain dengan gerak, suara yang lantang untuk berteriak memanggil lawannya,menggunakan alat yaitu daun kelapa yang didikat dan dibakar dengan sulo dan melempa-lempar dengan nada yang mungkin diantara mereka ada yang emosi dan ada pula yang senang karena pesta adat ini diadakan lagi. Teter itu belajar memaknai kehidupan ini, belajar menjadi seorang yang kuat tterhadap aral lintang yang mmenghadang.
Intinya pesta adat yang unik ini dapat dijadikan sebagai bentuk kesenian yang bisa bitampilkan sampai kepanggung atu malah diperkenalkan ke luar negri dengan teater Sirawu' Sulo misalnya. Sehingga dapat memperkaya khazanah budaya khususnya kabupaten Bone dan Sulawesi Selatan pada umumnya.
Potensi Lain , Adat, dan Kebudayaan Lain dari Desa Pongka
1. Pertanian
Desa Pongka merupakan salah satu daerah pertanian yang subur, sehingga pada umumnya masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hasil dri pertaniannya yang cukup terkenal berupa jagung, kapas, tembakau, kacang ijo, kelapa, coklat dan CB2 atau Canggoreng Bangkung-Bangkung dan sebagainya.
2. Sosiologi
Interaksi dalam kehidupan sosial masyarakat Pongka merupakan interaksi yang aktif karena penuh dengan rasa kekeluargaan, kebersamaan, dan kekompakan yang memiliki prinsip sipammase-mase atau saling kasih mengasihi. Hal tersebut terbukti dengan keseragaman cat rumah yang berwarna hijau putih dan suksesnya mereka mengolah lahan pertanian karena saling tolong menolong. Selain itu, hal tersebut dapat dilihat dari kerjasama mereka dalam melaksanakan pesta rakyat Sirawu' Sulo yang dilkasanakan setiap tiga tahun sekali.
3. Arkeologi
Di Desa Pongka ada beberapa tempat yang ditemukan yang memiliki artefak, yaitu adanya makam, keramik, aggolacengeng dan saukang yang berada disebuah bukit.
4. Linguistik
Bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Desa Pongka merupakan bahasa bugis yang dialeknya mirip dengan dialek Soppeng namun juga mendapat pengaruh dari wilayah perkampungannya yaitu dialek Bone. Selain itu, yang menjadi ciri khas mereka adalah beberapa penyingkatan kata dimana penyingkatan kata tersebut berbeda dengan cara penyingkatan-penyingkatan kata dalam bahasa Bugis manapun.
ETNIK MERUPAKAN BAGIAN DARI KEBUDAYAAN
a. Etnik
Di Desa Pongka memiliki banyak keunikan seperti :
1. Memiliki keseragaman warna rumah yaitu warna hijau dan kuning. Hal ini menurut cerita disebabkan karena keseragaman saja ketika bupati Bone pada beberapa tahun lalu mengikutkan Desa Pongka pada acara tahunan jadi untuk membedakannya dengan desa lainnya maka diseragamkan warna rumah.
2. Arah rumah mereka menghadap ke timur dan membelakangi Kabupaten Soppeng, hal ini dipengaruhi oleh sejarah Desa Pongka.
Beberapa ciri khas masyarakat Pongka itu sendiri, salah satunya adalah rumah yang catnya serempak berwarna hijau dan kuning yang letaknya tidak boleh menghadap ke barat, hal tersebut berhubungan dengan sejarah Desa Pongka itu sendiri yaitu Petta Makkuli Dajangnge dan Petta Mabbaranie datang dari barat, sehingga mereka dilarang mendirikan rumah yang menghadap ke barat, bentuk rumah mereka masih mencirikan rumah khas orang bugis yaitu rumah panggung dimana setiap rumah memiliki sumur yang berada didekat tangga depan rumah, meski begitu saat ini sudah cukup banyak juga warga yang mendirikan rumah permanen.
Ciri khas lainnya dari masyarakat Pongka yang terkenal kompak adalah tidak adanya strata sosial atau kelas-kelas sosial tertentu dalam masyarakat mereka yang biasanya jadi batas atau pemisah tersendiri ditempat lain. Menurut mereka warga Pongka adalah semuanya sama, tidak ada kata raja atau arung, semua saling menghormati termasuk ketua adat seperti sanro, saling kasih mengasihi.
Ciri khas lainnya yang merupakan tutur masyarakat Pongkapun memiliki ciri khusus, dialek mereka mirip dengan dialek Soppeng yang memang merupakan cikal bakal adanya Desa Pongka yang bercampur dengan dialek Bone pengaruh letak wilayahnya sekarang, dan yang khasnya mereka selalu menggunakan kata dengan menyingkat kata-kata tersebut yang berbeda dengan dialek bugis lainnya, berbeda dengan Soppeng maupun Bone sebagai letak Desa Pongka itu sendiri.
b. Religius
Makna religius masyarakat Pongka yang membedakannya dengan masyarakat lainnya ialah adanya sesajen di akkarajangeng. Namun,masyarakat yang mendiami desa Pongka seluruhnya beragama Islam. Meskipun demikian, masyarakat tersebut masih memiliki kepercayaan animisme ( menyembah benda-benda seperti pohon, dll ). Hal ini dibuktikan pada saat acara sebelum diadakannya kegiatan sirawu' sulo, pada saat “Mabbule Manu“, sanro dan rombongan yang mengarak ayam singgah pada suatu tempat di atas bukit, di bawah pohon besar dengan menaruh sesajen seperti telur, beras dan sebagainya, sambil membaca doa. Hal tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat Pongka sepenuhnya menganut agama Islam, tetapi masih percaya pada kekuatan-kekuatan gaib lain.
e. Estetika
Keadaan estetika cukup lumayan di Desa Pongka karena letaknya desa Pongka bisa dikatakan strategis karena diapit oleh tiga daerah yaitu Bone, Soppeng,dan Wajo. Selain letaknya yang strategis, keadaan lingkungan desa Pongka yang bersih dan rumah-rumah yang tersusun rapi dengan warna cat yang sama yang semakin menambah keindahan dan kecantikan desa tersebut. Keindahan desa Pongka akan sangat tampak jelas jika kita melihat dari atas bukit. Selain panorama tersebut pohon-pohon yang tersusun rapi yang menambah keasrian desa Pongka.
BAB III
PEMBAHASAN PENELUSURAN
PEMBAHASAN PENELUSURAN
a. Presepsi Orang Pongka.
Kebiasaan orang Pongka ketika mereka kedatangan tamu, mereka merasa sungkan jika tidak menyajikan sesuatu seperti makanan semacam nasi, kue atau minuman. Masyarakat Pongka juga mempunyai rasa solidaritas yang tinggi sesama manusia ketika mereka kedatangan tamu, masyarakat pongka juga memiliki sifat yang ramah kepada masyarakat yang datang untuk melihat upacara sirawu' sulo.
b. Pendidikan
Latar belakang Pendidikan masyarakat Pongka tidak sampai pada pendidikan yang terbilang tinggi seperti Sarjana, kebanyakan masyarakat Pongka hanya tamatan Sekolah Dasar. Hal tersebut sekiranya wajar sama halnya dengan dsa-desa yang baru mekar lainnya. Adapun masyarakat Pongka yang melanjutkan pendidikannya keperguruan tinggi hanya sebagian saja, mungkin yang memiliki keuangan yang lebih atau mampu membayar pendidikanya.
a. Kesan Wisatawan terhadap atraksi budaya Sirawu' Sulo
Adapun kesan para wisatawan terhadap atraksi budaya Sirau Sulo ialah :
1. Para wisatawan cukup tertarik terhadap acara ini karena dalam acara ini cukup menarik, baik dari pra acara hingga puncak acara “Sirawu' Sulo”.
2. Acara ini dimulai dengan pertandingan sepak bola dari beberapa kabupaten dengan beberapa tim sepakbola yang kemudian di rangkaian acara makkalu hingga pesta rakyat “Sirawu Sulo” pada malam harinya.
BAB IV
LATAR BELAKANG MOTIVASI DAN MINAT WISATAWAN
LATAR BELAKANG MOTIVASI DAN MINAT WISATAWAN
Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang dilakukan, maka kami dapat mengambil kesimpulan beberapa latar belakang motivasi dan minat wisatawan :
1. Refreshing.
Kebanyakan dari responden kami memiliki minat dan motivasi untuk mendatangi “Sirawu Sulo” demi mendapatkan hiburan dan kesenangan. Maklum saja hiburan dizaman sekarang ini juga telah mengandung nilai material sehingga untuk mendapatkan “hiburan murah meriah” maka kebanyakan dari mereka memilih hiburan seperti ini.
2. Experience
Selain para wisatawan local dari masyarakat Pongka sendiri, kebanyakan juga terdapat wisatawan dari luar kota yang mengunjungi acara ini. Misalnya kami yang datang mengunjungi Desa Pongka kecamatan tellu Sattinge Kabupaten Bone untuk mendapatkan pengalaman baru yang tentunya tidak kami dapatkan dari wisata-wisata di daerah lain. Menurut kami, acara seperti ini tentunya sangat menarik dan dapat dijadikan sebuah acara dalam kalender kebudayaan kabupaten Bone maupun provinsi Sulawesi Selatan yang mampu meningkatkan devisa pendapatan masyarakat Pongka sendiri bahkan Provinsi secara umumnya sehingga mampu mendapatkan nilai budayanya juga.
3. Culture Knowledge
Beberapa wisatawan mengunjungi Desa Pongka untuk mendapatkan pengetahuan kebudayaan. Selain itu, mahasiswa dapat menyusun skripsi yang mengangkat tema “Kebudayaan Sirawu' Sulo di Desa Pongka” untuk kemudian mampu dikembangkan sebagai “culture knowledge” dan dibagaikan kepada masyarakat umum.
BAB V
DAMPAK EVENT SIRAWU' SULO TERHADAP KONDISI
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SETEMPAT
DAMPAK EVENT SIRAWU' SULO TERHADAP KONDISI
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SETEMPAT
Adapun dampak event “Sirawu Sulo” terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat ialah :
1. Dampak Sosial
Adapun dampak sosial yang dihasilkan oleh event “Sirawu Sulo” ini ialah :
a. Desa Pongka Kecamatan Tellu Sattinge Kabupaten Bone melalui acara ini mampu menghasilkan banyak wisatawan lokal (Masyarakat Pongka dan Bone) serta wisatawan interlokal (Masyarakat di luar Kab. Bone) sehingga Desa Pongka memiliki banyak pengunjung yang mampu melihat keindahan alam Desa Pongka seperti misalnya di bukit, serta keragaman budaya yang berada di Desa Pongka.
b. Melalui event “Sirawu' Sulo”,
Beberapa anggota keluarga dari masyarakat Pongka yang dating berkunjung
kembali ke Pongka karena dalam event ini juga merupakan ajang
silahturahmi keluarga sehingga sejauh apapun sanak keluarga mereka akan
berkumpul pada acara “Sirawu Sulo” seperti pada salah seorang responden
yang kami wawancarai mengatakan bahwa dia jauh-jauh datang dari Malaysia
cuma untuk berkunjung ke Pongka demi acara “Sirawu Sulo” dan demi rasa
cintanya pada Desa kelahirannya. Namun, dia menambahkan bahwa tradisi
ini juga berlangsung jika orang yang merantau tersebut memiliki materil
yang menengah keatas karena tidak dipaksakan jika orang yang tidak mampu
melaksanakannya. Sehingga tak tanggung-tanggung tahun 2012 ini sebanyak
80 ekor kuda dikorbankan untuk acara ini.
c. Dampak Ekonomi
Adapun dampak ekonomi yang dihasilkan oleh event “Sirau Sulo” ini ialah :
1. Dampak ekonomi yang paling terlihat dari acara ini ialah banyaknya pedagang dadakan yang berada di sekitar lokasi puncak acara yaitu Lapangan Mabbaranie. Melalui pedagang dadakan ini dapat pula disimpulkan bahwa even “Sirawu Sulo” mampu meningkatkan pendapatan warga setempat yang menjadi pedagang dadakan.
2. Selain melalui dampak Sirawu Sulo pada pedagang dadakan, maka dampak ekonomi juga berpengaruh pada pedagang rumahan yang berada di Daerah Pongka sekitar acara “Sirawu Sulo”, misalnya untuk membeli snack ataupun makanan ringan lainnya.
c. Dampak Ekonomi
Adapun dampak ekonomi yang dihasilkan oleh event “Sirau Sulo” ini ialah :
1. Dampak ekonomi yang paling terlihat dari acara ini ialah banyaknya pedagang dadakan yang berada di sekitar lokasi puncak acara yaitu Lapangan Mabbaranie. Melalui pedagang dadakan ini dapat pula disimpulkan bahwa even “Sirawu Sulo” mampu meningkatkan pendapatan warga setempat yang menjadi pedagang dadakan.
2. Selain melalui dampak Sirawu Sulo pada pedagang dadakan, maka dampak ekonomi juga berpengaruh pada pedagang rumahan yang berada di Daerah Pongka sekitar acara “Sirawu Sulo”, misalnya untuk membeli snack ataupun makanan ringan lainnya.
BAB VI
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini ialah :
1. Apreasi kunjungan wisatawan terhadap penyelenggaraan acara “Sirawu Sulo” sangat baik meliputi kebanggaan, penghormatan serta adanya keinginan wisatawan untuk mengembangkan kebudayaan daerah “Sirau Sulo” pada Desa Pongka Kecamatan Tellu Sattinge Kabupaten Bone dan menjaga keunikan budaya tersebut.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor atraksi masyarakat setempat dengan kesan wisatawan terhadap atraksi meliputi faktor ecotour dan ecolodge. Sedangkan sub faktor ecotour yang member pengaruh nyata terhadap kesan atraksi adalah penghormatan wisatawan terhadap budaya setempat. Adapun sub faktor ecolodge yang mencerminkan penempatan yang alami memberi pengaruh nyata terhadap kesan atraksi.
3. Faktor tempat dan pekerjaan responden memberikan pengaruh nyata terhadap kesan atraksi sedangkan faktor usia berpengaruh secara nyata terhadap ekspektasi acara “Sirawu Sulo”
4. Secara umum masyarakat setempat (local community dan host community) memperoleh manfaat langsung dari penyelenggaraan acara “Sirawu Sulo” ini, yaitu berupa manfaat ekonomi dan non ekonomi.
Saran-saran
Adapun saran dari hasil penelusuran ini ialah :
1. Acara “Sirawu Sulo” ini sebaiknya dilaksanakan setiap tahunnya agar mampu memperat hubungan silahturahmi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya selain itu untuk lebih memperkenalkan Desa Pongka kepada masyarakat pada umumnya.
2. Kami sangat mengharapkan jika ada acara kebudayaan seperti ini agar sekiranya mampu dicatat semua oleh Dinas Pariswisata dan Ekonomi Kreatif kabupaten Bone untuk menjaga keunikan kebudayaan daerah kita masing-masing serta agar kebudayaan ini mampu di lestarikan oleh generasi muda. Tidak hanya event “Sirawu' Sulo” Desa Pongka saja akan tetapi seluruh kebudayaan daerah yang berada di Sulawesi Selatan.
3. Kami mengharapkan pemda Bone khususnya dinas terkait untuk menginventarisir kegiatan-kegiatan budaya di kabupaten Bone karena hingga saat ini belum dapatkan literatur budaya Bone yang dikeluarkan pemda Bone. Kecuali melalui internet situs Teluk Bone yang selama ini giat mengekspos seni.sejarah, budaya, dan wisata kabupaten Bone.
Sumber :
www.telukbone.org
Penelitian Mahasiswa PSGBD Unhas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar