Penggerebekan
rumah artis Raffi Ahmad di Jalan Gunung Balong I No. 16, Lebak Bulus,
Jakarta Selatan, Minggu (27/1) sekitar pukul 05.00 WIB oleh Badan
Narkotika Nasional (BNN) itu menggegerkan masyarakat.
Dari
situ, BNN menangkap 17 orang, termasuk Raffi Ahmad sendiri, artis
Zaskia Sungkar, Irwansyah dan politisi Partai Amanat Nasional Wanda
Hamidah.
Kronologi penangkapan bermula dari informasi masyarakat, lalu didalami BNN setelah bukti-bukti dianggap cukup.
Jumat
pekan lalu (1/2), BNN menetapkan Raffi sebagai tersangka, bersama tujuh
orang, berdasarkan hasil tes laboratorium dan lainnya selama 5x24 jam.
Presenter "Dahsyat" ini lalu ditahan dan diancam maksimal 12 tahun
penjara.
"Raffi sudah lama pakai methylone, sudah terbukti dan tidak bisa dibohongin," kata Deputi Bidang Rehabilitasi BNN Kusman Suriakusumah.
Raffi
menggunakan zat ini setelah dibelit masalah pribadi sehingga tingkah
laku dan proses berpikirnya pun terganggu, sambung Kusman.
Sebagai
tersangka, Raffi dikenakan pasal berlapis; pasal 111 ayat 1, 112 ayat
1, 132, 133 jun to pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.
Sebegitu berbahayakah methylone yang adalah derivat cathinone itu?
"Efek samping menggunakan cathinone lebih dahsyat dari sabu-sabu maupun ekstasi yang struktur dasarnya adalah MDMA yakni 3,4 methylene dioxy metacathinone," kata Staf Ahli Kimia Farmasi BNN Mufti Djusnir. Oleh sebab itu, peredaran cathinone mesti lebih diwaspadai.
Awalnya ditemukan para ahli di Eropa, cathinone
sebenarnya bukan barang baru. Namun karena bahayanya yang lebih besar
membuat orang beralih dan keluarlah zat baru amphetamin derivat, kata
Mufti.
"Jadi kalau cathinone dari alam kemudian diisolasi, misalnya kita lihat kalau disubstitusi senyawa dasar cathinone itu gugusnya dengan gugus methil maka cathinone berubah menjadi metcathinone," kata Mufti.
Zat
ini bisa menimbulkan psikoaktif. Siapa pun yang menggunakan tanpa
takaran jelas atau overdosis, akan menderita kejang, keram dan berakhir
dengan kematian, begitu kata Mufti.
Khat di Cisarua
Beberapa hari setelah penggerebekan Raffi cs itu, BNN menemukan tanaman khat atau chata edulis di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Khat adalah bahan dasar chathinone, zat narkotika golongan I.
Tanaman ini menjadi target sejumlah organisasi antinarkotika, seperti DEA atau Drug Enforcement Agency (BNN-nya Amerika Serikat), sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan ketentuan pengawasan untuk penggunaannya.
Di
beberapa negara seperti Ethiopia, Somalia, Djibouti, Kenya dan Yaman,
tanaman ini dilegalkan, sebaliknya di banyak negara lainnya seperti
Finlandia, Perancis, Jerman, Polandia, Amerika Serikat, dan bahkan
Belanda yang melegalkan ganja, dianggap terlarang.
Tanaman
ini daunnya berwarna hijau berbentuk oval agak lancip, dengan bagian
atas permukaan daun agak kasar. Pucuk daun yang muda biasa dipetik dan
kalau dikunyah rasanya agak getir dan sepet.
Meski begitu, beberapa warga Cisarua menjadikannya sebagai mata pencaharian utama.
Ila
(35), warga sekitar situ, mengatakan sejak dua tahun lalu dia menanam
tanaman yang disebutnya "teh Arab" itu pada lahan 700 meter persegi.
"Hasilnya lumayan, setiap bulan bisa mencapai Rp7 juta, untuk kebutuhan saya sehari-hari," kata janda tiga anak itu.
Ila
mendapatkan bibit khat dari mantan majikannya yang warga Arab di mana
dia bekerja sebagai manajer pada restoran makanan Arab di Cisarua.
"Cara menanam khat ini mudah cuman distek dan ditanam aja sudah tumbuh. Ada dua jenis khat, yang merah namanya ahmar dan yang hijau namanya ahdor, semuanya laku dijual," kata Ila.
Bagian
tanaman yang banyak tumbuh di Yaman dan Afrika ini adalah pucuknya.
"Orang Arab yang datang, langsung makan bagian pucuk daun mudanya
saja," katanya.
Daun khat oleh masyarakat sekitar dipercaya bisa mengobati sakit perut, diabetes, kolesterol dan darah tinggi.
Ila
berharap pemerintah memberinya ganti rugi akibat dimusnahkannya tanaman
khat di lahannya, yang sudah menjadi mata pencahariannya itu.
Namun,
Saiful (50), juga warga sekitar situ, ikhlas kalau menanam khat itu
dilarang. "Saya ikhlas kalau memang dilarang untuk menanam, bila bisa
merusak kesehatan," kata Saiful.
Dia mengaku
sudah dua tahun menanam khat dan sudah beberapa kali menikmati hasil
panennya. "Setiap bulan saya dapat penghasilan sekitar Rp3 juta, dengan
luas lahan yang saya miliki 300 meter persegi," tuturnya.
Daun
khat biasa digunakan orang Arab dengan dikunyah dan dipercaya bisa
meningkatkan vitalitas, tapi kalau keseringan mengunyahnya bisa merusak
gigi, kata Saiful.
Sebelum menanam khat, Saiful
menanami lahannya dengan wortel dan daun bawang, namun secara ekonomis
hasilnya lebih rendah jika dibandingkan menanam khat.
Harga
satu ikat wortel dijual Rp1.000, sedangkan harga satu kresek kecil daun
khat Rp200 ribu, kresek sedang Rp300 ribu dan kresek besar Rp1,1 juta.
Inilah
yang memicu Saiful dan tiga warga lain di jalan Alun-Alun Inpres,
Cisarua, menanam tanaman terlarang ini. "Saya cuma minta ganti rugi
untuk modal dan membeli bibit untuk bertani wortel lagi," katanya.
Dimusnahkan
Kamis lalu (7/2), warga Cisarua, BNN dan pejabat Musyawarah Pimpinan Daerah setempat memusnahkan tumbuhan khat.
Di
Bogor ini ditemukan 55 titik lahan yang ditanami khat dengan total luas
lahan tujuh hektar dan tersebar di Cisarua Utara, Cisarua Selatan dan
Puncak.
Daerah-daerah ini kini dipasangi
spanduk larangan menanam khat, lengkap dengan ancaman Undang-Undang No.
35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
BNN juga memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan aparat mengenai apa itu tanaman khat atau chata edulis yang banyak ditemui di kawasan Cisarua yang adalah bahan dasar chatinone, zat narkotika golongan I.
"Kami
baru selesai melakukan edukasi kepada aparat dan masyarakat terkait
tanaman khat, karena tanaman ini dibawa dari luar negeri," kata Deputi
Pemberantasan BNN Irjen Pol Benny Mamoto.
Dia
mengatakan BNN memaklumi ketidaktahuan masyarakat mengenai tanaman ini.
"Bila ada warga yang menanam, karena sudah diberikan sosialisasi maka
kita akan menindaknya," kata Benny.
BNN lalu mengenalkan program pembangunan alternatif (alternative development)
bagi petani khat Cisarua untuk menuntun mereka tidak lagi menanam
tanaman berbahaya tersebut dan mengambil keuntungan dari komoditi
lainnya.
Program ini adalah tindak persuasif
BNN kepada petani untuk menanam tanaman komoditas lain. Benny
mengatakan, program tersebut akan pula dikenakan kepada para petani
penanam tumbuhan terkait narkotika, seperti penanam ganja di Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar