Foto ; Coppo' Walasuji di Gapura Rujab Ketua DPRD Bone |
Istilah Walasuji tidak asing lagi bagi Bangsa Bugis. Wala suji berasal dari kata WALA yang artinya pemisah/pagar/penjaga dan SUJI
yang berarti PUTRI /ANAK DARA/WELAMPELANG. Wala Suji adalah sejenis
pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa'
Eppa (empat sisi) adalah bentuk mistis kepercayaan bangsa Bugis klasik
yang menyimbolkan susunan semesta, yakni (1) api, (2) angin, (3) air,
dan (4) tanah. Kemudian arah mata angin, yakni Timur, Barat, Utara, dan
Selatan. Selanjutnya unsur pembentuk manusia itu sendiri, yakni api,
air, angin, dan tanah.
Jika Anda pernah mengunjungi acara adat atau perkawinan Kerabat Bangsa Bugis, tentu Anda akan melihat suatu Baruga yang pintu masuknya beratap model Walasuji (di atas pintu gerbang) yang terletak di depan pintu rumah /baruga mempelai atau yang melaksanakan hajatan. Wala Suji ini terbuat dari anyaman bambu. Mengapa Wala Suji harus menggunakan pohon bambu, karena pohon bambu dipercaya memiliki makna filosofi .
Jika Anda pernah mengunjungi acara adat atau perkawinan Kerabat Bangsa Bugis, tentu Anda akan melihat suatu Baruga yang pintu masuknya beratap model Walasuji (di atas pintu gerbang) yang terletak di depan pintu rumah /baruga mempelai atau yang melaksanakan hajatan. Wala Suji ini terbuat dari anyaman bambu. Mengapa Wala Suji harus menggunakan pohon bambu, karena pohon bambu dipercaya memiliki makna filosofi .
Pohon
bambu adalah sejenis tumbuhan yang sangat berguna bagi kehidupan
manusia. Ada satu sisi dari pohon bambu dapat dijadikan bahan
pembelajaran bermakna, yakni pada saat proses pertumbuhannya. Pohon
bambu ketika awal pertumbuhannya atau sebelum memunculkan tunas dan
daunnya terlebih dahulu menyempurnakan struktur akarnya. Akar yang
menunjang ke dasar bumi membuat bambu menjadi sebatang pohon yang sangat
kuat, lentur, dan tidak patah sekalipun ditiup angin kencang.
Metafora
tersebut mengajarkan kepada manusia agar tumbuh, berkembang dan
mencapai kesempurnaan bergerak dari dalam ke luar, bukan sebaliknya.
Lebih jauh memahami filosofi pohon bambu tersebut, bahwa menjadi apa
sesungguhnya kita ini sangat tergantung pada pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan kita tentang “Keimanan kepada Allah SWT” yang terdapat
dalam hati (qalbu) kita masing-masing.
Wala
Suji ini merupakan cikal bakal tulisan lontara. Karena pada masa-masa
itu belum ada yang namanya pulpen, pensil dan sejenis alat tulis
lainnya. Huruf lontara ini pada awalnya dipakai untuk menulis tata
aturan pemerintahan dan kemasyarakatan. Naskah ditulis pada daun lontar
menggunakan lidi atau kalam yang terbuat dari ijuk kasar.
Sebenarnya
konsep segi empat pada Wala Suji ini, berpangkal pada kebudayaan
bangsa Bugis yang memandang alam raya sebagai sulapa' eppa wala suji
(segi empat belah ketupat). Menurut almarhum Prof DR Mattulada,
budayawan Sulawesi Selatan yang juga guru besar Universitas Hasanuddin,
Makassar, konsep tersebut ditempatkan secara horizontal dengan dunia
tengah. Dengan pandangan ini, masyarakat Bugis memandang dunia sebagai
sebuah kesempurnaan.
Kesempurnaan
yang dimaksud meliputi empat persegi penjuru mata angin, yaitu timur,
barat, utara, dan selatan. Secara makro, alam semesta adalah satu
kesatuan yang tertuang dalam sebuah simbol aksara Bugis,, yaitu ‘sa’ yang berarti seuwwa,
artinya tunggal atau esa. Begitu pula secara mikro, manusia adalah
sebuah kesatuan yang diwujudkan dalam sulapa' eppa Berawal dari hati ke
mulut manusia segala sesuatu dinyatakan, Ininnawa ke bunyi, bunyi ke
kata, kata ke perbuatan, dan perbuatan mewujudkan jati diri manusia.
Dengan demikian, Wala Suji dalam dunia ini, dipakai sebagai acuan untuk
mengukur tingkat kesempurnaan yang dimiliki seseorang. Kesempurnaan
yang dimaksud itu adalah Awaraniang (keberanian), akkarungeng
(kebangsawanan), asugireng (kekayaan), dan akkessingeng
(ketampanan/kecantikan).
Penggunaan
Coppo' Walasuji sekarang ini bukan hanya pada acara hajatan akan
tetapi sering juga digunakan pada acara lain baik formal maupun
informal seperti kegiatan Tudang Sipulung yang dilaksanakan di tanah
lapang.
(Koresponden Bone : Suparman )
(Koresponden Bone : Suparman )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar